Bisnis.com, JAKARTA–Komisi B DPRD DKI Jakarta memiliki pendapat yang berbeda atas penentuan tarif MRT dan LRT Jakarta yang akan beroperasi di akhir Maret 2019.
Di kala Komisi C DPRD DKI Jakarta menyororti kajian dan perhitungan biaya operasionalisasi MRT yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, PT MRT Jakarta, serta PT LRT Jakarta yang menurutnya kurang komprehensif dan memakan banyak anggaran, Komisi B DPRD DKI Jakarta justru menyarankan agar kedua moda transportasi umum tersebut digratiskan.
Ketua Komisi B DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi justru mengusulkan agar penggunaan MRT sepenuhnya digratiskan untuk masyarakat DKI Jakarta.
Lebih lanjut, Suhaimi juga mengusulkan agar komponen biaya modal yang merupakan penyusutan atas sarana MRT serta marjin keuntungan sebesar 10% dicoret dari komponen penentuan tarif untuk menekan angka PSO.
"Ini kewajiban pemerintah menyediakan pelayanan yang terbaik.Itu sudah kewajiban pemerintah, toh uangnya juga uang masyarakat dari pajak dari yang lain-lainnya itu kemudian dikembalikan ke masyarakat lagi," kata Suhaimi, Kamis (19/3/2019).
Sebelumnya, Ketua Komisi C DPRD DKI Jakarta Santoso meminta kepada PT MRT Jakarta dan PT LRT Jakarta untuk mencari pendapatan di luar pendapatan tiket.
Baca Juga
Dalam rangka memaksimalkan pendapatan non-tiket, PT MRT Jakarta pun juga telah menjual naming rights dari empat stasiun MRT.
Adapun stasiun-stasiun yang dimaksud adalah Stasiun Dukuh Atas, Stasiun Setiabudi, Stasiun Istora, dan Stasiun Sisingamangaraja.
Secara berurutan masing-masing stasiun akan berubah nama menjadi Stasiun Dukuh Atas BNI, Stasiun Setiabudi Astra, Stasiun Istora Mandiri, dan Stasiun Sisingamangaraja Asean.
Kontrak naming rights antara PT MRT Jakarta dengan mitra terkait memiliki jangka waktu lima tahun dengan opsi perpanjangan kontrak lima tahun.
PT MRT Jakarta pun juga telah bekerjasama dengan 15 retail di 10 stasiun MRT dan masih terbuka untuk delapan retail baru di tiga stasiun yaitu Stasiun Haji Nawi, Stasiun Blok A, dan Stasiun Sisingamangaraja.
Untuk diketahui, biaya yang diperlukan untuk mengoperasikan MRT fase 1 dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI yang direncanakan akan beroperasi pada akhir Maret 2019 adalah sebesar Rp625,9 milliar.
Angka tersebut didapat dari akumulasi biaya modal untuk mengoperasikan MRT dalam waktu satu tahun adalah sebesar Rp73,62 milliar yang terdiri dari penyusutan rollingstock serta AFC system.
Angka ini masih ditambah lagi dengan biaya operasi dan perawatan sarana MRT yang masing-masing sebesar Rp490,9 milliar dan Rp4,4 milliar.
Lebih lanjut, angka tersebut masih ditambah lagi dengan margin keuntungan sebesar 10% dari seluruh total biaya sarana yang mecapai Rp56,9 milliar.
Dengan asumsi jumlah penumpang per hari atau ridership sebanyak 65 ribu penumpang per hari untuk tahun 2019, ditemukan tarif keekonomian yang dikenakan sebesar Rp31.659.
Mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No.17/2018 tentang Pedoman Tatacara Perhitungan dan Penetapan Tarif Angkutan Orang dengan Kereta Api.
Melihat tingginya angka tersebut, Pemprov DKI Jakarta mengusulkan subsidi per penumpang sebesar 21.659 per penumpang dengan alokasi PSO sebesar Rp672,38 milliar untuk tahun 2019.
Dengan perhitungan tersebut, Pemprov DKI Jakarta pun mengusulkan tarif rata-rata sebesar Rp10 ribu per penumpangnya.