Bisnis.com, JAKARTA - Panitia khusus (Pansus) Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta mendesak agar hak pengelolaan atau HPL atas kawasan Pelabuhan Marunda Cilincing Jakarta Utara jatuh ke tangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Desakan itu berdasarkan pada amanat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kawasan Berikat Nusantara.
Ketua Pansus KBN DPRD DKI Jakarta Pandapotan Sinaga menuturkan, sikap itu merujuk pada aspek kewilayahan yang semestinya menjadi hak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Dengan demikian, Pandapotan meminta Direktur Utama PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau KBN Alif Abadi untuk memasukkan kepentingan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam polemik di sekitar pengembangan kawasan Pelabuhan Marunda tersebut.
“HPL ini harus HPL Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di pihak KBN mungkin berkeinginan bila perlu soal HPL tidak harus HPL Pemprov juga tidak masalah, karena yang pentingkan urusan bapak berusaha kan, business-to-business, sementara kita hak kewilayahannya,” kata Pandapotan saat pembahasan permasalahan Pelabuhan Marunda bersama Direksi KBN, Rabu (9/6/2021).
Alasan lainnya, Pandapotan menuturkan, Pansus KBN DPRD DKI Jakarta ingin agar ada pendapatan alternatif pada kas daerah selain penerimaan dividen pada kawasan ekonomi Pelabuhan Marunda tersebut.
Baca Juga
Dalam laporan kinerja tahun 2020, PT. KBN mencatatkan laba tahun berjalan sebesar Rp22,28 miliar.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belakangan menerima dividen sebesar Rp1,49 miliar dari kepemilikan 26,85 persen saham di perseroan itu. Selebihnya, saham mayoritas dipegang sepenuhnya oleh pemerintah pusat sebesar 73,15 persen.
“Yang kita kejar adalah hak kewenangan pemerintah provinsi atas lahan tersebut, supaya ada kewajiban-kewajiban dari pihak BUMN untuk membayar, sehingga pendapatan kita tidak hanya dari dividen itu,” kata Pandapotan.
Batas Wilayah Kawasan
Adapun, batas-batas wilayah kawasan berikat yang dikelola KBN termaktub dalam amanat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1992 yang membentang seluas 198 hektare.
Sebelah Utara kawasan itu dibatasi Laut Jawa dan kaveling industri, sebelah Selatan ditandai Sungai Tiram dan saluran air, Sebelah Barat dibatasi Cakung Drain, Sebelah Timur dibatasi Sungai Blencong, kaveling industri, dan gudang amunisi TNI-AL.
Tahun 2004, KBN melalui proses pengadaan menetapkan PT Karya Teknik Utama atau KTU sebagai mitra bisnis. Hasil kerja sama itu melahirkan perusahaan patungan yaitu PT Karya Citra Nusantara atau KCN.
Adapun, objek kerja sama itu berada di lokasi kawasan KBN berdasarkan Keppres 11 Tahun 1992 yaitu Pier I seluas 46 hektare, Pier II seluas 36 hektare dan Pier III seluas 32 hektare.
Aset KBN yang menjadi obyek kerjasama sebesar Rp1,82 triliun meliputi kawasan laut senilai Rp1,13 triliun, instrastruktur atau fasilitas jalan keluar masuk dermaga senilai Rp410 miliar dan bibir pantai HPL No.1, 2 dan HPL No.3 Clincing senilai Rp274,27 miliar.
Komposisi kepemilikan saham atas perusahaan patungan itu saat ini berada pada posisi KTU menguasai 85 persen kepemilikan dan sisanya 15 persen dikuasasi KBN.
Belakangan, KBN berseteru dengan KCN hingga tingkat Peninjauan Kembali Putusan Kasasi Mahkamah Agung (MA) pada akhir tahun lalu yang memenangkan KCN atas seluruh gugatan KBN terkait pengelolaan kawasan pelabuhan Marunda.
Seteru itu bermula saat KCN mengadakan perjanjian konsesi dengan KSOP V Marunda selama 70 tahun atas seluruh wilayah Pier-1, Pier-2 dan Pier-3 tanpa persetujuan dari KBN sebagai pemilik aset tersebut.
Berdasarkan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik atau KJPP Imanuel, Jhonny dan Rekan PT Sucofindo No.00135SE/SMKT-XI/2017 tanggal 10 November 2017 potensi kerugian KBN mencapai Rp55,8 triliun apabila perjanjian konsensi antara KCN dengan Kantor Kesyahbandran dan Otoritas Pelabuhan Kelas V (KSOP) Marunda selama 70 tahun tidak dibatalkan.
Selain itu, ada potensi kerugian atas pemanfaatan aset KBN oleh KCN senilai Rp1,82 trilun.
Dividen
Merujuk pada laporan KBN, perusahaan patungan bersama dengan KTU tersebut baru memberikan dividen sebesar Rp3,11 miliar dari hasil kinerja tahun 2013 dan 2014.
Sejak tahun 2015 hingga 2019, perusahaan patungan itu belum menyetor dividen ke KBN.
Selain itu, KCN belum menyampaikan laporan keuangan yang diaudit oleh kantor akuntan publik dan tidak melakukan rapat umum pemegang saham (RUPS) tahunan.
Hanya saja, Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI No. 2226/PDT/2019 menyatakan gugatan KBN kepada KCN, Kementerian Perhubungan, KTU tidak dapat diterima (NO).
Atas putusan kasasi itu, pihak KBN mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke MA. Hanya saja, MA menolak PK tersebut lewat putusan No.735/PK/PDT 2020.
Saat ini, Direktur Utama PT. KBN (Persero) Alif Abadi mengatakan, pihaknya tengah meninjau ulang komposisi kepemilikan saham di KCN bersama dengan pemegang saham lainnya yakni KTU lewat skema business valuation dan financial valuation yang dikerjakan oleh lembaga independen.
“Tujuannya untuk menyepakati komposisi saham riilnya seperti apa nantinya. Saat ini terjadi tumpang tindih, ada yang mengatakan 15-85, ada yang 50-50, itu yang kami kerjakan saat ini setelah audit laporan keuangan PT KCN dari tahun 2016 sampai 2020 selesai,” kata Alif saat rapat bersama Pansus KBN DPRD DKI, Rabu (9/6/2021).
Langkah berikutnya, pihaknya tengah meminta opini hukum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara untuk menilai setiap akvitas pengelolaan yang dilakukan KCN di kawasan pelabuhan itu.
“Terhadap tanah reklamasi yang dilakukan oleh PT KCN, termasuk di dalamnya ketentuan-ketentuan perizinannya saat ini sedang berproses legal opinion dari Kejaksaan Negeri Jakarta Utara,” kata Alif.
Selanjutnya, dia ingin menyasar pada seluruh perizinan lainnya di luar reklamasi dan HPL yang dianggap belum memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dari tingkat provinsi hingga pusat.
Khususnya, dia menggarisbawahi, terkait peraturan tentang pelabuhan tersebut.
“Kami sudah berbicara dengan pihak owner yakni PT KTU dan kami sudah sepakat untuk mendahulukan proses audit laporan tahun buku ini baru satu per satu membahasnya,” tuturnya.
Investasi Rp5 Triliun
Sebelumnya, KCN siap melanjutkan pembangunan dermaga Pier II dan Pier III Pelabuhan Marunda setelah pembangunan dermaga Pier I tuntas dan beroperasi.
Dalam rangka pembangunan ketiga dermaga itu, KCN sudah menyiapkan total investasi sekitar Rp5 triliun.
Saat ini, perusahaan itu telah menghabiskan dana sekitar Rp3,5 triliun untuk pembangunan dermaga pier I dan sebagian Pier II.
Dirut KCN Widodo Setiaji mengemukakan, pembangunan tiga dermaga memiliki panjang panjang 5.350 meter dengan areal pendukung seluas 100 hektare.
Fungsi masing-masing dermaga itu adalah Pier I untuk kepentingan barang curah kering dan cair, Pier II untuk general cargo, dan Pier III untuk produk curah kering dan cair.
“Kami tetap berkomitmen melanjutkan investasi di sektor kepelabuhanan. Apalagi, pemerintah telah menetapkan Pelabuhan KCN Marunda sebagai proyek strategis nasional (PSN). Bahkan, pelabuhan itu juga sebagai penunjang Pelabuhan Tanjung Priok,” ujar Widodo, Senin (19/8/2019).
Menurutnya, pelabuhan tersebut juga sangat penting sebagai pendukung ketahanan logistik nasional.
“Oleh karena itu, komitmen kami jelas ingin meneruskan pembangunan pelabuhan itu. Bahkan, kami kini tengah mengerjakan dermaga Pier II,” tegasnya.