Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa pihaknya belum menentukan kapan uji publik pengaturan jam kerja dijalankan. Kebijakan tersebut masih dalam proses pembahasan.
"Masih didiskusikan dan masih di FGD [Forum Group Discussion] dengan pihak terkait dan asosiasi pekerja, niatnya baik tapi belum diputuskan karena menyangkut pemerintah pusat," kata Riza Patria di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Selasa (6/9/2022).
Sebelumnya, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Perhubungan (Dishub) merencanakan uji publik yang melibatkan instansi pemerintah pusat dan daerah serta seluruh asosiasi terkait usul pengaturan jam kerja untuk menekan kemacetan di Ibu Kota.
"Kami harus melakukan uji publik dengan melibatkan semua asosiasi," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Pihaknya telah melakukan diskusi kelompok terarah (FGD) dengan melibatkan para pakar dan Kementerian Perhubungan. Dari diskusi terbatas itu disepakati uji coba pengaturan jam kerja bisa diterapkan karena dinilai positif menekan kepadatan lalu lintas.
"Hasil FGD kemudian semuanya sepakat ini positif bisa dilakukan uji coba tetapi kami harus lakukan namanya uji publik," kata Syafrin.
Baca Juga
Meski begitu, dia belum memerinci waktu pelaksanaan uji publik itu, tapi dia memastikan akan dilakukan dalam waktu dekat.
Pengaturan jam kerja merupakan salah satu upaya menekan angka kemacetan di Ibu Kota, selain menerapkan kebijakan ganjil-genap dan rekayasa lalu lintas.
Pengusaha Mengeluh
Di sisi lain, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengeluhkan wacana pengaturan jam kerja di wilayah DKI Jakarta, terlebih untuk para pekerja di perusahaan swasta.
“Kami keberatan dengan rencana mau atur jam kerja swasta,” ujar Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Anton J. Supit, Selasa (23/8/2022).
Dia mengatakan keberatan dari pelaku usaha ini karena waktu kerja di sektor swasta telah mengacu kepada peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan. Peraturan ketenagakerjaan hanya membatasi maksimum waktu kerja sehari atau seminggu, dengan konsekuensi membayar upah lembur apabila melebihi dari waktu yang telah ditetapkan.
“Peraturan perundangan tidak mengatur saat mulai dan berakhirnya jam kerja setiap harinya. Jam mulai dan berakhirnya waktu kerja merupakan kewenangan perusahaan,” tutupnya.