Bisnis.com, JAKARTA - Peneliti Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Pengembangan Instrumentasi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anto Tri Sugiarto mengatakan permasalahan sampah di DKI Jakarta selama ini karena belum beroperasinya mesin insinerator tingkat regional.
"Seharusnya DKI jangan langsung menumpuk semua sampah ke TPST Bantargebang, karena volumenya terlalu besar," ujar Anto di Media Center LIPI, Jumat (20/11/2015).
Anto menyatakan seharusnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengembangkan insinerator di sejumlah lokasi dengan maksimal, misalnya di Sunter, Jakarta Utara.
Anto mengingatkan, sampah memiliki cost dan potensi yang bagus jika dikembangkan sebagai sumber energi.
"Selama ini pengolahan di Sunter itu hanya press kapasitas air dalam sampah agar berkurang, tapi tetap dibawa di TPST Bantargebang, belum ada pengolahan. Problem peningkatan volume sampah ini yang belum selesai," ungkapnya.
Dia pun menceritakan, di Jepang setiap rukun tetangga membuat jadwal dan peraturan sendiri terkait mekanisme pembuangan sampah setiap harinya. Perbedaan aturan itu berlaku juga di setiap rumah dan antartetangga.
"Jadi hari ini saya ada sampah. Tetangga saya belum tentu ada sampah. Sehingga saya tidak bisa membuang sampah ke pihak lain, karena kantong sampah setiap rumah saja ada namanya. Kalau dikirim belum waktunya, sampahnya akan dikembalikan lagi," jelasnya.
Oleh sebab itu dia menyarankan Pemprov DKI mulai mengatur mekanisme pengolahan sampah tingkat mikro. Dia mendorong agar pemisahan sampah dimulai di rumah.
Menurutnya sia-sia mengandalkan teknologi insinerator jika masyarakat tak dihadapkan pada regulasi tersebut, volume sampah akan semakin membengkak dan tak tertanggulangi.