Gerah dengan Ibu Kota yang ruwet dan sama sekali jauh dari kata ‘ramah’ membuat 11 arsitek muda yang datang dari beragam konsultan desain tergerak untuk membangun Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) di 123 lokasi di Jabodetabek.
Tercatat 11 arsitek berasal dari konsultan Aboay, Andramartin, PT Arkonin, D-associates, Hadiprana, PT Han Awal and Partners, Nataneka Arsitek, Sonny Sutanto Architets, Studio Tonton, Tim Alumni Arsitektur Univesitas Indonesia, dan Willis Kusuma Architects.
Di tangan mereka, 123 Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) rampung berdiri dan dapat ditemukan di lima wilayah administrasi DKI Jakarta (lihat peta).
Koordinator Arsitek RPTRA Avianti Armand menuturkan ide pendirian ruang ini dimulai pada 2015, saat dia mengajak 10 rekan arsitek menggagas desain Toilet Publik di Ruang Publik di Monumen Nasional. Program ini disambut baik oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Para arsitek yang tergabung dalam proyek itu kemudian ditawarkan untuk mengerjakan 123 RPTRA dengan menggunakan anggaran dari APBD DKI Jakarta. Para arsitek dari 11 konsultan ini diberikan batas waktu dari Juli hingga Desember 2016.
Setiap arsitek mendapatkan tugas membangun sembilan hingga 15 lokasi RPTRA. Pembagian lokasi berdasarkan dari lokasi kantor arsitek tersebut.
Avianti mencontohkan Arsitek Yori Antar dan Andra Matin mendapatkan tugas membangun kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat karena lokasi kantor mereka berada di kawasan tersebut.
“Jadi kami membagi sesuai kantor-kantor para arsitek. Dengan waktu pelaksanaan yang sangat pendek, setiap arsitek harus sering ke lapangan. Sebab jika hanya gambar maka tidak akan komplit, belum lagi macetnya [lalu lintas ke lokasi],” jelasnya.
Berdirinya RPTRA sangat penting di Ibu Kota karena dapat mendorong tiga hal yakni, menyediakan ruang kreatif dan aspiratif bagi kaum muda, mampu membangun kembali budaya gotong royong, dan mendorong masyarakat menjadi mandiri sehingga mampu memenuhi kebutuhan pribadi dan komunitasnya.
“Ruang publik ini nantinya dapat menjadi bagian dari strategi pembangunan kota dalam upaya menyediakan fasilitas untuk kebutuhan masyarakat. Fasilitas ini dapat digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat di Ibu Kota,” katanya.
Fasilitas yang terdapat di RPTRA adalah area bermain, olahraga, pendidikan berupa perpustakaan, atau panggung pertunjukan, kesehatan berupa ruang laktasi atau sosialisasi kesehatan, ruang terbuka hijau, dan fasilitas penunjang seperti ruang pengelola, toilet, tempat cuci tangan, dan penerangan taman.
Avianti mengatakan gerakan 11 arsitek ini merupakan bagian kecil dari usaha para profesional itu untuk memperbaiki wajah Jakarta.Dia mengatakan banyak hal terkait ruang di Jakarta yang harus diperbaiki. Selama ini, tambahnya, sulit mencari ruangruang publik nyaman di Jakarta.
Menurutnya, proyek pembangunan RPTRA yang melibatkan para arsitek di dalam perancangan dan penataan ruang adalah contoh proyek pemprov yang ditangani oleh ahli di bidangnya.
ARSITEKTUR DAN SENI
Peran arsitek tidak terbatas hanya membangun bangunan tetapi juga berperan untuk memberikan sentuhan estetika yang didapatkan dari seni rupa. Keselarasan keduanya ternyata dapat dirasakan di 123 RPTRA ini.
Setelah Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kalijodo yang salah satu sisi dinding utama dan beberapa titik dihias dengan mural karya 11 bomber, menyusul 38 seniman mural yang tergabung dengan ArtSip Jakarta menggoreskan kreasi muralnya di 50 lokasi RPTRA di Jabodetabek.
Para bomber ini juga menggelar pelatihan dan mengajak generasi muda yang tinggal di sekitar RPTRA untuk melakukan aksi bombing bersama. Pengelola ArtSip Jakarta Dewi Soeharto mengatakan kegiatan ini tidak sekadar mencorat-coret dinding, tetapi sebagai wadah menggali sejarah budaya lokal dari penduduk di setiap RPTRA.
“Nantinya dengan menghiasi mural di setiap RPTRA di Jakarta juga diharapkan bisa menjadi objek wisata,” ujarnya.
Dewi mengatakan dari para seniman itu bergabung seniman Darbotz yang sudah dikenal di tingkat nasional dan internasional.
Darbotz mendapatkan kesempatan untuk menghias dinding di RPTRA Taman Pulo Indah, Bekasi. Seniman yang dalam karyanya selalu mencirikan objek monster ini mengangkat tema rumah susun, mengingat RPTRA di sana dikelilingi rumah susun (rusun). Karyanya bertajuk Organised Chaos.
Kolaborasi antara arsitektur dan mural memang menjadikan keakraban tersendiri bagi warga Jakarta. Arsitektur di ruang terbuka hijau mampu mengubah Ibu Kota yang keras, menjadi ramah dan bersahabat.