Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pakar Epidemiologi Sebut Strategi Covid-19 Pemprov DKI Salah Sasaran  

Tingginya angka kematian membuktikan strategi pengendalian Covid-19 di DKI Jakarta harus diperbaiki.
Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Penyemprotan tersebut dilakukan rutin setiap hari yang dimulai dari kawasan Medan Merdeka Barat hingga Senayan dan menghabiskan 14 ribu liter cairan disinfektan guna menekan penyebaran virus corona (COVID-19)./ANTARA FOTO-Dhemas Reviyanto
Petugas pemadam kebakaran menyemprotkan cairan disinfektan di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (3/4/2020). Penyemprotan tersebut dilakukan rutin setiap hari yang dimulai dari kawasan Medan Merdeka Barat hingga Senayan dan menghabiskan 14 ribu liter cairan disinfektan guna menekan penyebaran virus corona (COVID-19)./ANTARA FOTO-Dhemas Reviyanto

Bisnis.com, JAKARTA — Epidemiolog dari Griffith University, Dicky Budiman, berpendapat peningkatan kapasitas pemeriksaan sekaligus penelusuran kontak erat Covid-19 di wilayah DKI Jakarta tidak tepat sasaran.

Pendapat itu berdasarkan pada masih tingginya penambahan kasus kematian pasien konfirmasi positif Covid-19 harian di wilayah DKI Jakarta.

Belum lagi, Dicky menggarisbawahi, angka pemakaman jenazah dengan menggunakan protokol Covid-19 terbilang tinggi sejak akhir Agustus 2020.

“Sedangkan kasus kematian suatu angka yang sangat serius, karena menunjukkan peforma pengendalian pandemi di suatu wilayah. Jadi, kalau selama ada angka kematian ada yang salah dalam strategi pengendalian,” kata Dicky melalui pesan suara pada Rabu (21/10/2020).

Berdasarkan data milik Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, jumlah kematian pasien konfirmasi positif Covid-19 menyentuh 2.086 orang dengan tingkat kematian sebesar 2,2 persen sampai Selasa (20/10/2020).

Catatan Serius

Di sisi lain, jumlah kasus konfirmasi positif Covid-19 sebanyak 96.217 sejak awal Maret 2020. Dari keseluruhan kasus itu, Dinkes DKI Jakarta melaporkan sebanyak 81.107 pasien konfirmasi positif Covid-19 telah dinyatakan sembuh dengan tingkat kesembuhan mencapai 84,3 persen.

Ihwal pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melaporkan rata-rata terdapat penambahan di atas 40 kasus sejak awal Oktober 2020.

Pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 tertinggi tercatat pada tanggal 2 Oktober 2020 yakni sebanyak 61 kasus per hari.

Sepekan terakhir, angka pemakaman itu bergerak fluktuatif dengan batas atas sebanyak 50 kasus per hari dan batas bawah berada di kisaran 30 kasus per hari.

Secara akumulatif, jumlah pemakaman jenazah dengan protokol Covid-19 DKI Jakarta tercatat sebanyak 7.395 kasus sejak 6 Maret 2020.

“Tetap menjadi catatan serius angka kematian harian DKI Jakarta ini masih tinggi, apalagi angka pemakaman dengan protokol Covid-19, ada selisih yang besar antara kematian Covid-19 harian dengan pemakaman dengan protokol Covid-19,” kata dia.

Berangkat dari data kematian tersebut, dia menerangkan, terjadi keterlambatan dalam menemukan kasus konfirmasi positif Covid-19 baru di tengah masyarakat.

Artinya, cakupan pemeriksaan ataupun penelusuran kontak erat Covid-19 belum menyasar pada target-target atau kelompok yang terinfeksi.

“Angka kematian tersebut, membuktikan [strategi pengendalian Covid-19] harus diperbaiki,” ujarnya.

Kejar 10.000 Tes Sehari

Menanggapi itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menargetkan kapasitas testing Covid-19 di DKI Jakarta bisa mencapai 10.000 per hari. Sekalipun, kapasitas testing itu sudah melampaui standar yang diwajibkan oleh WHO sebesar 6 kali lipat.

“Kita terus melakukan testing, kita tingkatkan terus jumlahnya dari yang lima ribu, enam ribu sudah mencapai rata-rata per harinya itu bisa delapan sampai sembilan ribu. Kita akan terus mengejar sampai 10 ribu testing per hari,” kata Ariza di Balai Kota DKI Jakarta pada Rabu (21/10/2020).

Sepekan terakhir, Ariza berpesan untuk tidak keluar kota sehubung dengan libur panjang akhir Oktober 2020.

Hal itu diungkapkan Riza untuk mengantisipasi prediksi naiknya kasus konfirmasi positif di wilayah DKI Jakarta pada akhir Oktober 2020 mendatang.

“Ada libur panjang kurang lebih sampai lima hari kita minta supaya sedapat mungkin warga Jakarta tidak keluar kota, apalagi melakukan kegiatan kegiatan kerumunan. Kita belajar dari peristiwa dua kali libur panjang di Jakarta ini terjadi peningkatan signifikan,” kata dia.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komite Kebijakan Pengendalian Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk mengantisipasi potensi peningkatan kasus Covid-19 di DKI Jakarta pada akhir Oktober 2020.

Luhut berkaca dari peningkatan kasus Covid-19 di wilayah DKI Jakarta yang sempat melampaui angka 60 persen pada libur panjang Agustus 2020 lalu.

Hal itu disampaikan Luhut saat memimpin rapat koordinasi secara virtual terkait target testing dan tracing di Jabodetabek dan Bali pada Selasa (13/10/2020).

Perda Covid-19

Pekan ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah resmi memiliki peraturan daerah atau perda tentang Penanggulangan Covid-19.

Perda itu mengatur sanksi pidana bagi masyarakat yang menolak dilakukan tes PCR, menolak pengobatan atau vaksinasi Covid-19, mengambil jenazah probable atau konfirmasi positif Covid-19 dan masyarakat yang dengan sengaja meninggalkan fasilitas isolasi terkendali Covid-19.

Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan menerangkan sanksi pidana yang diberikan tersebut dalam bentuk denda dengan batas maksimal Rp7,5 juta. Artinya, denda itu tidak boleh dikenakan melebihi angka Rp7,5 juta.

“Itu ancaman pidana denda yang kita cantumkan itu adalah maksimal. Tidak bisa lebih, kalau kurangnya itu terserah kepada pertimbangan hakim, bisa saja melihat situasi, hakim mungkin tidak menghukum tidak apa-apa,” kata Pantas seusai Rapat Paripurna di DPRD DKI Jakarta, Senin (19/10/2020).

Pantas mengatakan penentuan sanksi pidana nantinya bakal tergantung sepenuhnya pada kearifan hakim dalam menilai setiap peristiwa yang disidang.

Di sisi lain, dia juga menerangkan, pihaknya sepakat untuk menghapus ketentuan sanksi pidana kurungan di dalam Perda Penanggulangan Covid-19.

Sanksi pidana kurungan itu sempat dimasukkan ke dalam Raperda dengan maksimal kurungan penjara selama enam bulan.

“Pidana kurungan kita tidak masukkan, jadi kita memang lebih kepada efek pendidikan. Maka, Pprda ini juga yang banyak kita tonjolkan adalah edukasi,” ujarnya.

Dalam salinan perda yang diterima Bisnis, ketentuan pidana itu diatur dalam Bab X pasal 29 sampai 32.

Dalam ketentuan pidana itu di atur sebagai berikut: masyarakat yang menolak dilakukan tes PCR didenda maksimal Rp5 juta, menolak pengobatan atau vaksinasi Covid-19 didenda maksimal Rp5 juta, mengambil jenazah probable atau konfirmasi positif Covid-19 dengan kekerasan didenda maksimal Rp7,5 juta dan masyarakat yang dengan sengaja meninggalkan fasilitas isolasi terkendali Covid-19 didenda maksimal Rp5 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper