Kabar24.com, JAKARTA -- Pengamat perkotaan memberikan 7 catatan penting bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menata Jalan Sudirman-MH Thamrin agar lebih baik.
Pengamat perkotaan, Nirwono Joga mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI harus memperhatikan unsur lingkungan dalam menata kembali Jalan Sudirman--MH Thamrin. Hal ini agar tidak menurunkan kualitas udara di jalur utama Jakarta tersebut akibat dari berkurangnya jumlah pepohonan.
"Ada 451 pohon [berukuran] sedang-besar akan dipindahkan ke Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Kalijodo dan Taman BMW, Jakarta Utara, dan Ruang Terbuka Hijau di Jalan Tipar, Jakarta Timur," kata Nirwono kepada media, Kamis (8//3/2018).
Dia memberikan tujuh catatan untuk penataan. Pertama, desain trotoar harus mempertahankan pohon-pohon tersebut, bahkan menambah lebih banyak jumlahnya di jalan tersebut. Dengan demikian, pohon tersebut memiliki fungsi sebagai peneduh jalan dan penyerap polusi kendaraan.
Kedua, penyatuan jalur sepeda motor dengan bus reguler tidak akan berjalan efektif. Hal tersebut disebabkan bus sering berhenti di halte yang mengakibatkan kendaraan motor akan masuk ke lajur kendaraan pribadi (mobil).
"Percepatan penerapan electronic road pricing [ERP] harus segera diwujudkan tahun ini untuk membatasi kendaraan pribadi ke pusat kota termasuk ke Sudirman-MH Thamrin," ujarnya.
Baca Juga
Ketiga, konsolidasi dan koordinasi seperti pelebaran trotoar, pembukaan pagar, pengaturan pintu keluar-masuk kendaraan akan membutuhkan waktu lama. Dia menambahkan pembukaan pagar gedung juga tidak mudah karena belum ada jaminan keamanan terhadap bangunan terutama jika ada demonstrasi yang sering menyusuri Sudirman-MH Thamrin.
Keempat, trotoar harus terhubung dengan jembatan penyeberangan orang (JPO), halte bus TransJakarta, dan stasiun mass rapid transit (MRT). Pemprov DKI masih memiliki pekerjaan rumah karena belum ada contoh JPO dan halte TransJakarta yang ramah terhadap warga lanjut usia (lansia) dan penyandang disabilitas.
Kelima, badan trotoar harus terbagi dengan jelas antara jalur untuk pejalan kaki dengan akses khusus penyandang disabilitas dan jalur sepeda. Hal ini dibuat harus berdasar pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, terutama dalam Pasal 26 dan Pasal 54.
Keenam, penambahan fasilitas kios harus dipertanyakan. Adapun jika Pemprov DKI berminat untuk berjualan seperti koran dan majalah tentu tidak akan menguntungkan dan tak efisien. Selain itu, bila menjual makanan dan minuman akan melanggar UU 22/2009 dan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum. "Fokuskan saja trotoar hanya untuk pejalan kaki yang aman dan nyaman," ujarnya.
Ketujuh, dari desain sementara tidak tergambarkan jelas bagaimana keterpaduan trotoar dengan saluran air dan jaringan utilitas di bawahnya. Hal ini harus diperhatikan lebih baik agar tidak terjadi aktivitas bongkar pasang trotoar di masa yang akan datang karena masalah ini.