Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Omnibus Law Berproses, Rencana Kenaikan Pajak di DKI Jalan Terus

Penyesuaian regulasi ini di antaranya, tiga revisi Peraturan Daerah, yakni Perda No 18/2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda No 15/2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, dan Perda No 16/2010 tentang Pajak Parkir.
Pekerja menyelesaikan pembuatan panggung untuk HUT DKI Jakarta ke-492 di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (20/6/2019). Pemprov DKI Jakarta mengadakan serangkaian kegiatan untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-492 DKI Jakarta yang puncak acaranya akan diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2019 di tempat tersebut./Antara
Pekerja menyelesaikan pembuatan panggung untuk HUT DKI Jakarta ke-492 di kawasan Bundaran HI, Jakarta, Kamis (20/6/2019). Pemprov DKI Jakarta mengadakan serangkaian kegiatan untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-492 DKI Jakarta yang puncak acaranya akan diselenggarakan pada tanggal 22 Juni 2019 di tempat tersebut./Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap melanjutkan rencana intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dengan menaikkan tarif beberapa jenis pajak. Potensi benturan dengan RUU Omnibus Law Perpajakan bila nantinya lolos disahkan minim terjadi.

Sekretaris Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Pilar Hendrani mengungkap bahwa penyesuaian regulasi perpajakan yang diajukan pihaknya pada 2020, dipastikan terus berproses.

Penyesuaian regulasi ini di antaranya, tiga revisi Peraturan Daerah, yakni Perda No 18/2010 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Perda No 15/2010 tentang Pajak Penerangan Jalan, dan Perda No 16/2010 tentang Pajak Parkir.

Sementara itu, tiga Peraturan Gubernur terkait pajak juga akan direvisi, yakni penyesuaian tarif parkir off-street berdasarkan zona waktu dan zona tempat, penyesuaian nilai sewa reklame dan mendorong reklame LED pada kawasan kendali ketat, dan melakukan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) untuk pajak bumi dan bangunan.

Terakhir, tiga Pergub yang akan disusun kembali, yakni Pergub untuk penyesuaian nilai pajak air tanah (PAT) dan mengubah perhitungan yang sebelumnya progresif menjadi clustering, Pergub agar kendaraan bermotor yang belum membayar pajak terkena tarif parkir lebih tinggi, dan Pergub agar objek pajak hotel, restoran, parkir, dan hiburan menerapkan sistem cashless untuk membayar pajak.

"Target penyesuaian beberapa jenis pajak daerah tahun ini masih kita upayakan untuk terus berjalan. Karena penekanan kita bukan hanya soal tarif, ya, tapi fungsi kontrol," ungkapnya kepada Bisnis, Senin (17/2/2020).

"Misalnya [kenaikan pajak] parkir, ini sebagai salah satu upaya ikut membantu program gubernur agar masyarakat beralih menggunakan transportasi massal. Begitu juga dengan PAT, supaya penggunaannya berkurang, jadi penurunan muka tanah akibat masuknya air laut berkurang," tambahnya.

Menurut Pilar, selama Pemprov DKI mengacu pada koridor-koridor peraturan dari pemerintah pusat, wacana intervensi pemerintah pusat lewat Omnibus Law Perpajakan dirasa tak akan mengganggu kebebasan daerah dalam menetapkan sendiri kebijakan perpajakannya.

"Kita juga diawasi oleh Kementerian Dalam Negeri dari pusat, UU Nomor 28 Tahun 2009 [tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah] juga yang buat pusat. Jadi kalau tujuan dan niat kita kan baik, kalau ada penyimpangan pastinya akan ketahuan duluan dalam tahap pembahasan," tambah Pilar.

Anggota Komisi C Bidang Keuangan DPRD DKI Jakarta S Andyka percaya pemerintah pusat semestinya memahami ada batas-batas bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki suatu kekhususan yang tak bisa diintervensi sesuai koridor Undang-Undang No. 28/2009.

Andyka pun setuju terhadap upaya Pemprov DKI melakukan ekstensifikasi pajak. Terlebih, penyesuaian aturan atau tarif pajak yang dilakukan Pemda, sebenarnya bukan hanya soal optimalisasi PAD, namun bersifat sosial dan salah satu langkah penyelesaian masalah perkotaan di DKI Jakarta.

"Misalnya pajak air tanah. Ini kan upaya kita mengurangi penggunaan, serta mencegah permukaan tanah di Jakarta semakin turun. Karena kita juga lihat ternyata banyak hotel dan apartemen yang masih pakai air sumur. Yang seperti ini kan perlu kita benahi," ungkap Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta ini kepada Bisnis.

Selain pajak air tanah, Andyka juga menyoroti pajak parkir yang memang butuh disesuaikan, sebab, daerah lain sudah 30 persen sementara DKI Jakarta masih 20 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Aziz Rahardyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper