Bisnis.com, JAKARTA - Kelebihan pembayaran empat paket pengadaan alat pemadam kebakaran DKI Jakarta senilai Rp6,5 miliar yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disoroti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA).
Sekretaris Jenderal FITRA Misbah Hasan menyebut kasus kelebihan bayar proyek pemerintah DKI Jakarta itu merupakan celah korupsi. Menurutnya, hal tersebut kerap terjadi dalam pengadaan alat.
"Pasti, ini salah satu celah korupsi yang sering terjadi," kata dia, seperti dilansir Tempo, Sabtu (17/4/2021).
Pemerintah DKI kelebihan membayar dalam dua proyek pada tahun 2019. Kelebihan bayar itu ditemukan pada pembelian paket pengadaan alat mobil pemadam kebakaran dan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di gedung sekolah.
Definisi kelebihan bayar ini adalah nilai proyek lebih tinggi ketimbang harga riil yang terungkap dalam hasil audit BPK DKI. Temuan ini terungkap saat BPK mengaudit laporan keuangan pemerintah DKI pada 2019.
BPK menemukan anak buah Gubernur Anies Baswedan kelebihan bayar empat paket alat pemadam kebakaran hingga Rp6,52 miliar. Sementara lebih bayar untuk proyek PLTS atap gedung sekolah senilai Rp1,12 miliar. Kini perusahaan swasta tengah mencicil kembali uang kelebihan bayar itu.
Baca Juga
Menurut Misbah, praktik korupsi atas pengadaan paket ini bisa saja berjalan mulus jika luput dari pemeriksaan BPK. Hal itu mengingat pemeriksaan BPK bersifat uji petik, sehingga tak semua transaksi keuangan ditelisik.
Dia menerangkan umumnya kelebihan bayar terjadi lantaran proses pengadaan barang atau jasa tak mengikuti standar harga yang ditetapkan pemerintah DKI. "Setiap tahun Pemprov DKI wajib membuat standar harga barang sebagai acuan pengadaan barang atau jasa," ujarnya.