Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Kepala Dinas Pendidikan (Wakadisdik) Provinsi DKI Jakarta Purwosusilo memastikan pihaknya akan menjaga kebhinekaan di lingkungan sekolah di Ibu Kota. Hal tersebut merespons 10 temuan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Fraksi PDIP terkait kasus intoleransi atau diskriminasi SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan) di sekolah.
Temuan tersebut salah satunya adanya pemaksaan oleh pengajar kepada siswi untuk mengenakan hijab.
"Garis besarnya yang paling pokok adalah kita sama-sama menjaga kebhinekaan dan tidak terjadi intoleransi. Itu yang harus kita jaga bersama," kata Purwosusilo di lantai 8 Ruang Rapat Fraksi PDIP, Gedung DPRD, Kebon Sirih Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2022).
Dia menyebut, bahwa Dinas Pendidikan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, DPRD dan masyarakat harus bekerjasama terkait kasus diskriminasi di sekolah. Dia juga menegaskan pihaknya akan melakukan pembinaan dan sanksi kepada oknum pengajar yang melakukan diskriminasi.
"Kami sudah sepakat bahwa kita akan sama-sama menjaga agar tidak terjadi intoleransi," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo memaparkan pihaknya menerima 10 aduan terkait diskriminasi yang terjadi di sekolah di Jakarta, adapun berikut perinciannya:
Baca Juga
1. SMAN 58 Jakarta Timur
Pada November 2020, ada oknum yang melarang anak didiknya memilih ketua OSIS nonmuslim. Hal tersebut mencuat setelah beredarnya tangkapan layar dari oknum guru berinisial TS menyampaikan instruksi rasis dalam grup WhatsApp. Guru tersebut meminta para siswa tidak memilih pemimpin yang berbeda agama.
2. SMAN 101 Jakarta Barat
Fraksi PDIP di DPRD DKI Jakarta mendapatkan aduan dari seorang warga yang menyampaikan keluhan dari tetangganya. Menurut aduan tersebut, salah satu siswi non muslim dipaksa untuk memakai kerudung pada Hari Jumat dengan alasan penyeragaman pakaian sekolah. Tidak ada yang membuat pengaduan resmi karena takut mendapatkan intimidasi dari pihak sekolah.
3. SMPN 26 Jakarta Selatan
Kasus ini terjadi pada awal Agustus silam, di mana ada salah satu siswa kelas 7 yang mendapatkan teguran lisan dari guru karena tidak menggunakan hijab saat berada di lingkungan sekolah. Dia merasa tertekan karena mendapatkan teguran lebih dari sekali.
Padahal selama ini murid tersebut tidak pernah tertekan, dirudung, atau dikucilkan oleh teman-temannya, walaupun dia sendirian yang tidak memakai kerudung.
4. SD Negeri 2 Jakarta Pusat.
Pada 6 April silam, pengurus sekolah mewajibkan seluruh muridnya memakai busana muslim saat Bulan Ramadan. Padahal, ada siswa-siswi yang beragama non muslim di sekolah tersebut
5. SMKN 6 Jakarta Selatan
Pada Juli 2022, terjadi diskriminasi di mana ada orangtua murid yang mengadukan tindakan intoleransi yang dialami oleh anaknya di sekolah tersebut. Anaknya mendapatkan paksaan untuk mengikuti pelajaran Kristen Protestan, padahal mereka menganut agama Hindu dan Buddha.
6. SMPN 75 Jakarta Barat
Kasus terjadi pada Juli silam, di mana ada seorang murid yang dipaksa menggunakan hijab. Parahnya dia mendapatkan sindiran dari gurunya.
7. SMPN 74 Jakarta Timur
Kasus terjadi pada Juli silam, di mana ada murid dipaksa untuk menggunakan hijab. Setiap murid wajib menandatangani surat pakta integritas, yang salah satu poinnya adalah semua murid harus mengikuti kegiatan keagamaan yang mewajibkan penggunaan hijab.
8. SD Negeri 3 Tanah Sareal Jakarta Barat
Dalam kasus ini, orang tua murid mengeluhkan aturan seragam di SD Negeri 3 Tanah Sareal Jakarta Barat. Pasalnya murid-murid diwajibkan untuk menggunakan celana panjang dan rok panjang. Hal tersebut membuat murid tidak leluasa dalam beraktivitas.
9. SMPN 250 Jakarta Selatan
Pada Desember 2020, terdapat seorang guru yang membuat soal UAS yang dinilai mendiskreditkan nama Mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri. Soal UAS tersebut tampak mengampanyekan citra Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Adapun salah satu soal bertuliskan 'Anies selalu diejek Mega karena memakai sepatu yang sangat kusam'.
10. SD Negeri 3 Cilangkap Jakarta Timur
Pada Juli 2022, terdapat siswa non muslim yang dipaksa mengikuti kegiatan muslim dari cara menyapa, kegiatan di lapangan, pengajian di dalam Musala, hingga berdoa saat pulang.