Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kalah Banding, Jokowi Cs Tanggung Jawab Polusi Udara Jakarta?

Presiden Joko Widodo hingga Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin harus bertanggung jawab atau buruknya kualitas udara Jakarta.
Kabut asap menyelimuti gedung-gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (25/8/2022). Lembaga data kualitas udara IQ Air pada Juli 2022 menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dari sepuluh besar kota paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 180 karena konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 Jakarta berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Kabut asap menyelimuti gedung-gedung bertingkat di Jakarta, Kamis (25/8/2022). Lembaga data kualitas udara IQ Air pada Juli 2022 menempatkan Jakarta sebagai peringkat pertama dari sepuluh besar kota paling berpolusi di Indonesia dengan indeks kualitas udara di angka 180 karena konsentrasi Particulate Matter (PM) 2.5 Jakarta berada pada angka 111.5 mikrogram per meter kubik atau 22,3 kali di atas nilai pedoman kualitas udara tahunan Badan Kesehatan Dunia (WHO). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

Bisnis.com, JAKARTA— Masyarakat yang mengajukan gugatan citizen lawsuit pencemaran udara Jakarta (CLS Udara) memenangkan gugatan di tingkat banding terkait polusi udara Ibu Kota.

Adapun pihak tergugat yang mengajukan banding yakni Presiden, Menteri Dalam Negeri, Menteri Kesehatan dan Menteri Lingkungan Hidup.

Dalam hal ini Presiden Joko Widodo hingga Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin pun harus bertanggung jawab atau buruknya kualitas udara Jakarta. Putusan tersebut dikeluarkan pada 17 Oktober 2022 menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 374/PDT.G-LH/2019/PN.JAK.PUS yang di terbitkan pada 16 September 2021.

Tim Advokasi warga Jeanny Sirait pun meminta agar Pemerintah Pusat tidak kembali mengajukan kasasi. Namun fokus pada pembenahan kualitas udara di Jakarta.

“Dibandingkan dengan melakukan kasasi, menurut kami akan lebih bijaksana bagi pemerintah memanfaatkan waktu yang ada untuk segera memastikan berjalannya perbaikan sistem pengendalian udara bersih di Jakarta dengan cepat, tidak boleh lagi ada penundaan. Memastikan standar baku mutu udara (BMUA) yang sesuai WHO misalnya.” kata Jeanny dalam keterangan persnya, Kamis (20/10/2022).

Menurut Jeanny kemenangan kembali warga Jakarta atas proses banding gugatan polusi udara menguatkan fakta udara bersih sejatinya merupakan kebutuhan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari warga DKI Jakarta.

Di sisi lain, salah satu penggugat, Elisa Sutanudjaja mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk segera mengambil tindakan mengatasi polusi udara. Dia juga meminta Pemerintah untuk tidak menunda-nunda dengan menggunakan cara-cara hukum.

“Langit yang kami lihat abu-abu. Lambat dan minimnya aksi Negara dalam pengendalian dan penanggulangan pencemaran udara telah membuat saya, keluarga dan banyak orang sakit kronis dan kritis, perlahan tapi pasti pembunuh senyap ini akan turut serta memperburuk masa depan generasi muda dalam bertumbuh dan berkembang,” katanya.

Diketahui, gugatan warga negara atas pencemaran udara Jakarta telah dilayangkan oleh 32 warga negara sejak 4 Juli 2019. Penggugat yang terdiri atas berbagai latar belakang, mulai dari mahasiswa, wiraswasta, karyawan sampai dengan aktivis lingkungan menuntut 7 tergugat yang terdiri atas Presiden, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri, Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat dan Gubernur Banten.

Pada tanggal 16 September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan lima dari tujuh tergugat telah melawan hukum dan menghukum para tergugat tersebut untuk menjalankan 9 poin putusan hakim sebagai upaya untuk mengendalikan pencemaran udara Jakarta.

Para tergugat dari pemerintah pusat yaitu Presiden dan para Menteri memutuskan untuk melakukan banding pada Oktober 2021. Saat ini, standar baku mutu udara ambien (BMUA) di Indonesia tercatat 55 mikrogram per kubik untuk harian dan 15 mikrogram per kubik untuk tahunan.

Angka tersebut tiga kali lebih tinggi dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) yang berpedoman pada maksimal 15 mikrogram per kubik untuk harian dan 5 mikrogram per kubik untuk tahunan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper