Bisnis.com, JAKARTA--Pemprov DKI Jakarta berencana membatalkan sertifikat pembelian lahan di kawasan Cengkareng oleh Dinas Perumahan dan Permukiman Rakyat DKI Jakarta.
Lahan seluas 4,6 hektar yang ternyata merupakan aset daerah tersebut tercatat dibeli pada tahun anggaran 2015.
Sekretaris Daerah DKI Saefullah menyatakan pihaknya sedang mempersiapkan data-data penunjang agar sertifikat itu dapat kembali menjadi aset daerah atas nama Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI.
"Dokumen yang kami pegang itu yang dibeli Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, Pertanian DKI saat itu. Kami sedang diskusikan bagaimana pembatalan sertifikat yang baru itu [atas nama Dinas Perumahan Rakyat]," katanya, Kamis (21/2/2019).
Dia menuturkan pembatalan pembelian lahan di Cengkareng dilakukan lantaran saat ini pihaknya sedang menata ulang aset-aset milik pemerintah. Seperti diketahui, pembelian lahan di Cengkareng terganjal masalah.
Dinas Perumahan Rakyat DKI membeli lahan yang akan digunakan untuk pembangunan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dari seorang warga bernama Toeti Noezlar Soekarno senilai Rp668 miliar.
Baca Juga
Tak lama setelah proses jual beli, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan Pemprov DKI. Hasilnya, lahan di Cengkareng ternyata masuk ke dalam aset pemerintah dan tercatat di Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian DKI (DKPKP).
"Pencatatan tidak double [ganda] sehingga tetap dicatat di DKPKP DKI sesuai hasil belanja pada tahun 1957 dan 1967," jelas Saefullah.
Pada 2017, Pemprov DKI memenangkan kasus ini dan pengadilan memerintahkan DKI untuk menagih uang sebesar Rp668 miliar itu kepada Toeti. Meski demikian, uang tersebut belum kembali kepada pemerintah hingga saat ini.
Kepala Biro Hukum DKI Yayan Yuhana menyatakan pihaknya sedang bersurat kepada Badan Pertanahan Nasional Kantor Wilayah DKI untuk mengurus sertifikat tanah itu.
"BPN yang akan meneliti ulang soal status sertifikat di Cengkreng. Kami ingin agar lahan 4,6 hektar tersebut tercatat dimiliki DKPKP," jelasnya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berjanji mempertahankan hasil opini wajar tanpa pengecualian (WTP) pada laporan hasil pemeriksaaan BPK pada tahun ini.
Dia mengakui masalah yang menantang bagi Pemprov DKI terkait penataan aset.
Menurutnya, penataan aset ini umumnya temuan-temuan dari 2017 hingga beberapa tahun ke belakang.
Karena itu, Anies bakal memaksimalkan daya dan upaya untuk menyelesaikan masalah aset serta menindaklanjuti LHP BPK.
Untuk itu, Pemprov DKI mulai melaksanakan pertemuan perdana (entry meeting) pembahasan LHP BPK tahun anggaran 2018.
Dia telah menunjuk Kepala Inspektorat DKI Jakarta Michael Rolandi untuk memimpin rapat di kemudian hari dengan satuan kerja perangkat daerah terkait.
"Kami akan mencoba untuk menyelesaikan ini semua 15 Maret, lebih awal dari batas akhir. Karena batas akhir itu akhir Maret dan harapannya nanti pertengahan bulan Mei semuanya sudah bisa selesai," imbuhnya.