Bisnis.com, JAKARTA – Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebut polemik terkait buruknya kualitas udara di DKI Jakarta ditenggarai oleh sektor transportasi.
Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef Abra Talattov menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga indikator yang menunjukkan sektor transportasi memberikan andil yang cukup besar terhadap polusi udara.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Lingkungan (KLHK) menyebut penyumbang utama pencemar udara utama di Indonesia adalah sektor transportasi dengan porsi 44 persen, disusul sektor industri 31 persen.
Selanjutnya, pertumbuhan produk domestik bruto (PDRB) sektor transportasi di Jakarta yang tumbuh paling tinggi mencapai 18,1 persen pada kuartal II/2023. Ketiga, dalam lima tahun terakhir, populasi mobil penumpang di Jakarta mengalami peningkatan hingga 15,5 persen menjadi 4,13 juta kendaraan.
Sementara populasi sepeda motor meningkat hngga 27,8 persen menjadi 19,22 juta kendaraan.
"Sektor transportasi sebagai biang kerok polusi udara Jakarta tentu makin mengkhawatirkan mengingat tingginya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor berbasis fosil di Jakarta," kata Abra dalam siaran persnya, Rabu (16/8/2023).
Baca Juga
Abra menjelaskan dengan rata-rata konsumsi BBM di Jakarta untuk motor sebesar 0,92 liter per hari dan mobil 3,9 liter per hari, maka total konsumsi BBM di Jakarta bisa mencapai 17,8 juta liter per hari untuk seluruh populasi motor dan 16,2 juta liter per hari untuk seluruh populasi mobil.
Apabila jumlah emisi karbon 1 liter BBM setara dengan 2,4 kg CO2e, artinya estimasi total emisi yang dihasilkan dari total populasi sepeda motor dan mobil penumpang di Jakarta mencapai 81,17 juta kg CO2e.
"Dengan menyadari besarnya emisi karbon yang dihasilkan kendaraan berbasis fosil tersebut sudah mestinya menjadi momentum transformasi menuju ekosistem transportasi yang bersih,” tambahnya.
Untuk itu, Abra mendorong pemerintah agar fokus dalam menyediakan transportasi massal yang nyaman dan terjangkau.
"Bahkan, untuk mendorong penggunaan transportasi publik yang lebih masif lagi, pemerintah patut mempertimbangkan realokasi sebagian anggaran subsidi BBM untuk tarif transportasi publik," jelasnya.